Jumat, 19 Juni 2015

UPACARA KEMATIAN

UPACARA KEMATIAN DI MINANGKABAU
      Upacara kematian di dalam adat Minangkabau adalah suatu persembahan terakhir kepada orang yang meninggal. Upacara kematian tidak hanya menjadi adat di dalam adat Minangkabau melainkan juga kewajiban bagi seluruh umat Muslim di dunia.
Upacara kematian dapat dibedakan sebagai berikut:
a.                   Memandikan jenazah
Memandikan jenazah adalah kegiatan yang melambangkan agar jenazah bersih dari segala hadas, kotoran, dan dosa-dosa yang dilakukan semasa jenazah hidup.
b.                  Menyolatkan jenazah
Adalah persembahan shalat terakhir bagi jenazah yang dilakukan secara berjamaah. Shalat terakhir ini ditujukan kepada jenazah sebagai wujud kegiatan keagamaan terakhir bagi jenazah.
c.                   Mengantarkan jenazah ke liang lahat
Ritual ini sama halnya dengan memakamkan jenazah ke dalam liang lahat, dan disaksikan oleh orang-orang yang mengantarkannya. Ritual ini juga ditujukan kepada orang-orang yang menyaksikan prosesi memakamkan jenazah agar yang menyaksikan selalu mengingat kematian.
d.                  Ta’ziah
Pergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal merupakan adat bagi orang Minangkabau. Tidak hanya karena dianjurkan ajaran Islam, tapi juga karena hubungan kemasyarakatan yang sangat akrab membuat mereka malu bila tidak datang melayat.
e.                   Peringatan
Selanjutnya ada pula acara peringatan, seperti peringatan tujuh hati (manujuah hari), peringatan duo puluah satu hari, peringatan hari ke-40, lalu peringatan pada hari yang ke-100 (manyaratuih hari)
Slogan ‘adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah’, adat bersandar syara’, syara’ bersandar kitabullah (Al-Quran), selalu menjadi pegangan jika kita berbicara mengenai adat dan agama pada masyarakat Minang. Adat dan agama seakan tidak dapat terpisahkan bagi sebagian besar masyarakat Minang, karena keseharian perilaku yang dilakukan oleh masyarakat Minang pada umumnya sangat berkaitan dengan agama Islam pula.
Menurut Durkheim, agama merupakan suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian (atau komponen-komponen), yaitu sistem mitos, dogma, ritus, dan seremoni]. Selanjutnya Durkheim juga menambahkan bahwa agama merupakan institusi yang menjaga integrasi dan solidaritas sosial, melalui collective counciousness, kesadaran kolektif, yang juga merupakan wujud dari religious effervescence, ritual agama yang sengaja diciptakan agar menciptakan kebersamaan bagi tiap anggotanya.
Dengan menggunakan konsep religious effervescence yang dikemukakan oleh Durkheim, terlihat bahwa masyarakat Minang menciptakan ritual upacara kepada seseorang yang telah meninggal dunia. Ritual upacara bagi orang yang telah meninggal dunia merupakan wujud persembahan orang-orang yang sedang hidup kepada orang yang telah meninggal dunia. Prosesi upacara kematian dapat terlihat dari beberapa contoh yang telah dipaparkan di atas. Selanjutnya, dengan adanya ritual yang sengaja diciptakan tersebut, upacara kematian, maka muncul collective counciousness, kesadaran kolektif, kepada setiap masyarakat yang ada di sekelilingnya.
Collective counciousness dalam prosesi upacara kematian dapat terlihat ketika pertama kali mayat dimandikan. lalu kesadaran kolektif tersebut semakin terlihat ketika memasuki prosesi dishalatkannya jenazah, menggotong jenazah hingga menguburkannya, menyaksikan penguburan jenazah, ta’ziah, serta peringatan yang diulang di hari ke 40, hari ke 100.



UPACARA KEMATIAN DI YOGYAKARTA

Untuk kraton Yogyakarta menutut tradisi mataram : kematian tidak dtangisi, dan imogiri
Bukan merupakan makam namun dinamakan atau suwargi orang jawa menyebutya penghuni surga. Upacara pelepasan jenazah maksudnya memperingati kepergian yang akbar seperti dalam upacara pengatin. Dalam masayrakat jawa yang namanya lahir, pegat dan mati merupakan sesuatu yang sacral, maka selalu diperingati dengan seindah-indahnya. Khusus acara kematian di dalam kraton berlaku 5 jenis gatra ritual yaitu :
1.      Tata cara majapahit atau pra-islam
2.      Tata cara demak pajang
3.      Tata cara perwalian atau wali Allah di jawa
4.      Tata cara kalang sepuh
5.      Tata cara mataram selingkar keturunannya.
Tata cara majapahit menyangkut sesaji yang ditujukan pada orang yang sakit sampai merawat jenazah sebelum dikubur. Hanya pada tata cara perawatan jenazah diberi balsem dan ditunggu samapi 100 atau 1000 hari. Jiak utuh dan awet, mayat itu dibusanani dengan busana kerajaan. Namun jika rusak, maka jenazah itu dikafani. Uborampe atau sesaji orang yang sakit sampai perawatan jenazah manganut upacara kuno dengan memanggil dukun , pini sepuh dan ulam untuk tahlilan sebelum dibacakan matra-mantra.
Tata cara demak atau pajang menurut tata cara dipini dalam melakukan perwatan jenazah dengan tata cara keislaman mulai dari mensholatkan samapi penguburan jenazah di lingkungan kerajaan islam di jawa.
Tata cara perwalian atau wali allah berbeda dengan tata cara di saat sunan giri, sunan, bonang, sunan kudus, dan sunan kalijaga. Di masa ini mengguanakan tata cara rakit dalam model tarekat syah abdul kadir, jailani, Nasabariyah, Nasabandiyah dan Safi’iyah.Sunan kalijaga tidak mengenal tahlilan akan tetapi disebut ageman yaitu dikuburan jenazah atau pesan-pesan almarhum digubah.
Tata cara mataram adalah membentuk peubahan baru dan tradisi kuno Pra-Islam dalam aroma kultur jawa. pembusanaan jenazah raja dan putra dengan busana kebesaran.
Dalam tata cara mataram upacara perawatan jenazah dipimpin oleh raja atau pangeran tertua atas nama raja. Juga uborampenya menyesuaikan bentuk yang ada. Di dalam pranata jiwa kalau si sakit cukup lama atau tidak ada harapan untuk sembuh si sakit dibawa ke imogiri diruang pajimatan yang kemungkinan akan meninggal. Orang yang merawat adalah ulama atas nama raja. Selama raja berkuasa tidak boleh mengunjungi ke imogiri.
Pelaksanaan upacara kematian ini terdapat berbagai perlengkapan kegiatan yang dalam garis besarnya :
1.      Perawatan jenazah (uborampe panguptining layon)
2.      Pemakaman jenazah (uborampe panguburing layon)
Perawatan jenazah dimulai semenjak seseorang benar-benar meninggal dunia. Kerabat dan orang lain yang kebetulan menyaksikan saat meninggalnya segera mengatur posisi tubuh mayat, (menyilangkan tangan jenazah ke dadah, tangan kanan diletakkan diatas tangan kiri, kelopak mata dirapatkan, dagu ditekan agar mulut terkatup, kedua kaki diluruskan sejajar serta dihadapkan ke arah kiblat. Dibujurkan ke utara (mujur ngalor) menyerong ke barat sedikit (ngulon sithik) ditutup rapat (diluruskan dengan kaki (jarik), serta dipasang sebuah pelita dan tempat pembakaran kemenyan dekat pembaringan hal ini dilakukan agar tidak terlanjur kaku. Saatnya untuk dimandikan , anak saudara menunggu agar tidak ada ganguan sementara itu kegiatan lainnya mulai dilaksanakan, misalnya menyebar berita duka, penggalian kubur, perlengkapan memandikan jenazah dan lain-lainnya. Mengenai lokasi penggalian tergantung pada saat meninggalnya sedang mengenai lokasi penggalian liang lahat biasanya tidak disebelah atas (utara/ makam yang lebih tua atau leluhur. Bila pantangan in dilanggar akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik terutama si roh mati.
Uborampe yang berhubungan dengan upacara misalnya bangsal sri manganti digunakan untuk membaringkan jenazah dan didekatnya dihidupkan alatar, blencong, air kembang seramah, hiding-hidangan yang merupakan kombinasi dari sumber-sumber khasanah flora dan fauna jawa yang berbentuk bahan pajangan dan bahan pangan.
Selama disemayamkan dibunyikan gending mutur yaitu gending-gending yang mengambarakan tangisan hati dan menggunakan gamelan menggang.
1.      Upacara memadikan jenazah
Bagi golongan bangsawan , tradisi mengenai perawatan jenazah mulai dari meninggal, memandikan, membungkus, menyembahyangkan hingga pemakamannya mempunyai kekhususan tersendiri. Antara jenazah seoarang raja dalam menyemanyakan dengan jenazah putra mahkota, permaisuri, permasuri putera raja, selir-selir dan pelara-pelara. Untuk raja disemanyamkan di bangsal prabasuyata sebelum dimandikan. Perbedaan perawatan dengan selain raja adalah :
Apabila yang meninggal seseoarang permaisuri atau putra mahkota, maka upacara memandikan dari menghias jenazah dilakukan di tratan (serambi) prabasuyata, sesudah selesai jenazah disemayamkan di bangsal seperti halnya seorang raja. Sedangkan untuk para selir ( pelara-pelara) dan putera yang belum kawin, upacara siraman dan mbu sanani dilakukan di bangsal pengapit, lanjutnya jenazah disemayamkan dibangsal manis hingga pada saat pemberakatan pemakamannya. Bagi seseorang yang meninggal sebelum kawin ada syarat tamabahan yang harus dilengkapi yaitu batang pohon pisang dan gagar mayang yang dibuang di peremapatan jalan.

Bila seseorang raja mangkat (surut dalem) karena usia lanjut bukan karena penyakit, jenazah dipangku oleh anak dan cucu laki-laki, bila yang mangkat permaisuri, maka anak dan cucu puterilah yang memangku.
Tempat untuk menyirami bisanya ditutupi dengan kain putih sekelilingnya atau kain biasa yang baik, sedang penutup bagian atas digunakan kampuh atau kain panjang. Bila yang meninggal seorang raja maka upacara nitaman dipimpin putera tertua yang hendak menggantiakan kedudukannya. Perlengkapan sirangan ini meliputi :
1.      Air tawar (air sumur bersih) ditempatkan dalam tempayan
2.      Air landha merang untuk keramas (cuci rambut)
3.      Air asam (air tawar dicampur asam lumat) juga untuk keramas.
4.      Air asin (air tawar campur garam)
5.      Air wangi (air tawar dicampur wewangian atau minyak cendana)
6.      Merang (tangkai padi kering yang telah diptong-potng) untuk membersihakn kuku.
7.      Kain putih untuk penutup.1
Agar benar-benar bersih tubuh jenazah boleh dimiringkan kekanan atau kekiri. Menjelang selesai siraman, jenazah didudukan untuk disiram tiga kali dari arah kepala.
2.      Upacara membungkus jenazah
Setelah jenazah dimandikan dengan sempurna kemudian diangkat ketempat yang telah ditentukan dan disitulah jenazah pada hakekatnya sama dengan rakyat biasa, hanya saja bahan-bahan yang digunakan biasanya lebih unggul.mengenai jumlah kain kafan harus ganjil, rangkap tiga, lima, atau tujuh. Kemudian kapas-kapas yang diberi minyak cendana untuk menutup bagian badan yang lemah dan lekas membusuk2 .
Sementara itu peti jenazah telah disiapkan yang antara lain diberi alas tikar, bantal dengan kain yang sama atau putih berisikan daun kemuning dan daun pandan ( memliki khasiat atau menghilangkan bau busuk). Setelah itu jenazah yang telah selesai pembukusannya, dimasukan dalam peti dengan posisi agak miring kekanan atau arah kiblat ditopang dengan tujuh bulatan tanah atau gulu, sebelum ditutup pelayat diberi kesempatan untuk melihat dan mendoakan , tetapi berurutan. Setalah peti ditutup, lalu diletekakan diatas balai-balai membujur ke arah utara. Rangkaian perhiasan berupa bunga-bunga ini dibenahi , dimaksudkan selain menghormati si mati juga untuk menghilangkan bau busuk.
3.      Menyembahyangkan jenazah.
Penyembahyangkan jenazah di tiga tempat yaitu :
1.      Masjid di panepen untuk Menyembahyangkan jenazah raja yang dilakukan oleh para putera-puteri dan cucu raja dipimpin oleh ulama.
2.      Pembacaan doa-doa dimasjid yang dipimpin oleh kyai penghulu.
3.      Upacara dimakam yang dilakukan oleh pengageng juru kunci.
Demikan halnya dalam menshlotkan jenazah di kalangan bangsawan sama sebagaimana Menyembahyangkan jenazah pada umumnya. Khusus untuk bangsawan, upacara ini dilaksanakan oleh abdi dalem kraton suronoto, dipimpin oleh kyai penghulu kraton atau pengulan. Smentara itu ada petugas yang memasang perdupaan didekat kaki jenazah dan secara bergantian istri , anak-anak serta kerabat dekat memasukan kemenyan atau ratus-ratus ke dalam perdupaan tersebut agar terus mengeluarakan asap harum.
4.      Upacara pemakaman
Uborampe yang berhubungan dengan upacara pemberangkatan jenazah diantaranya yaitu kentongan masjid, kendi yang yang terbuat dari tanah, sapu lidi, beras kuning, dan uang recehan serta kembang setaman. Sedangkan upacara bubak dalan yaitu pemukulan kentongan, penyebaran beras kuning, air kendi dijalankan oleh paro kyai atau perempuan uzur atau perempuan yang sudah melewati masa menstruasi. Semua ini untuk mengawali pemberangkatan ke Imogiri (perlengkapan yang bersifat cucuking lampah).
Komposisi dan konfigurasi peserta upacara.
1.      Bila raja meninggal dunia maka pimpinan upacara berada di tangan pepatia dalem danurejo sebagai perdana mentri kesultanan atau wasir yang mengepalai sekuruh unit pemakam sampai seratus harinya. Sesepuh atau pimpinan upacara tidak mengikuti ke makam. Untuk undangan raja atau bangsawan menjadi tanggung jawab residen Belanda di Jawa.
2.      Apabila permaisuri, putra mahkota atau adipati anom meninggal dunia maka sultan menunjuk tim khusus untuk menyelenggarakan upacara pelepasan jemazah.
Dalam upacara pelepasan jenazah raja tidak ada master seremoni atau protocol Cuma yang biasa dilakukan pengaturan secara lisan. Kemudian dalam upacara pemberangkatan dan tuguran ( berjaga semalam suntuk) dipimpin oleh penghulu agung kerajaan yang didampingi oleh suranata, putihan dan abdi dalem pemetaan serta sepenuhnya dibantu oleh abdi dalem petilasan atau pengulon. Sementara perabot dan penghulu dibagi menjadi lima bagian yaitu :
1.      Penasehat ritual keagamaan menjadi tugas penghulu agung
2.      Penghulu masjid kraton yang berada di mlangi (masjid keratin atau patok negoro)
3.      Penghulu kraton yang berada di ploso.
4.      Penghulu masjid kraton yang berada di wonokromo
Seluruh koordinasi masjid local dan regional mendapat pembiyaan dari kraton. Sedangkan penghulu bertanggungjawab pada masing-masing masjid dan juga bertanggungjawab kepada sultan. Perlekapan atau property pemakaman jenazah biasanya menggunakan kereta kerajaan atau kereta jenazah yang biasa digunakan oleh para raja di kawasan setempat.
Kalangan bangsawan kraton Yogyakarta mempunyai tiga tempat pemakaman yaitu : makam Imogiri Bantul, makam Hastorenggo dan Girigondo di kotagede. Khusus untuk pemakaman raja tau sultan ditempatkan di Imogiri. Upacara pemakaman bagi kalangan bangsawan memang berbeda dengan upacara pemakaman rakyat biasa tetapi inti upacaranya sama, misalnya dalam hal upacara Mbrobosan, cara menurunkan peti jenazah posisi dalam liang lahat dan pembacaan doa bagi jenazah. Apabila yang mengangkat raja atau sultan, menjelang pemakaman para anggota keluarga dan segenap punggawa abdi dalem berkumpul ditempat-tempat yang tidak sama. Para putra putri berkumpul di dalam (istilah ruang dalam). Prajurit pesisiran yaitu pegawai kraton, pegawai kesultanan berkumpul di pintu gerbang pintu mlati. Sedang para abdi dalem ponakawan dan perintah luhur berada di halaman kraton. Selanjutnya abdi dalem lainnya yaitu abdi dalem penghulu siap di bangsal Sri manganti. Abdi dalem jawi berada di bangsal ponconiti. Setelah tiba saatnya diberangkatkan, biasanya antara jam 10.00 WIB, jenazah segera diangkat keluar istana lewat gerbang istana. Peti diangkat oleh putra putri, cucu, dan para sentana (sanak keluarga) dengan bantuan para prajurit. Sebelum keluar dari pintu gerbang selatan sejenak dihalaman kraton, diadakan sumurup (Brobosan).
Peti dibujurkan ke arah timur, selanjutnya putra putri dan cucu-cucu mengusun dibawah peti tiga kali.
Upacara in memberi pengertian kepada putra-putri, cucu-cucu yang ditinggal pada akhirnya akan dipanggil tuhan juga. Sesudah selesai, jenazah dipikul dan dipanyungi menuju kereta atau mobil. Payung dihiasi dengan bunga melati atau hiasan lainnya. Demikian juga kereta, dihiasi dengan untaian melati ata rance. Kereta jenazah yang biasanya ditarik dengan delapan ekor kuda dan melewati kawasan pedesaan, sedangakan jika melewati perbukitan maka yang pernah dulu dilaksanakan kereta itu ditarik dengan lembu atau kerbau. Misalnya sewaktu meninggal Sri Paku Alam V di Girigondo sedang pengiring pakai kuda tunggang. Ratanan laku atau petunjuk-petunjuk umumnya telah ada dalam buku yang ingin memberikan penghormatan permaisuri atau keturunannya. Hal- hal lain yang berhubungan dengan upacara adalah jika raja atau putra masih bersatus jejaka atau perawan berada di depan iring-iringan jenazah dibawa dua geligir gagar mayang sebagai penghormatan terhadap bangsawan yang berstatus perjaka atau perawan tersebut. Sanak keluarga si mati kebanyakan mengenakan pakaian warna hitam namun ada juga yang mengenakan pakaian warna ungu seringkali pelayat diberi selawat atau uang yang dibungkus dengan kain putih sebaliknya uang tadi dipergunakan untuk membeli korek api atau minyak tanak. Demikan menurut kepercayaannya selama dalam perjalanan disebarkan sawur (berisi beras kuning yaitu beras dicampur kunir dan kembang telon, mawar melati dan kenanga, kemudian uang dan lintingan sirih). Sawur ini disebar terutama dipertigaan atau perempatan jalan yang dilalui masayarakat yang kebetulan bertemu dengan iring-iringan jenazah. Iringan-iringan ini biasanya berhenti atau turun dari kendaraannya sampai iring-irngan berlalu, topi, payung dan penutup kepala lainya akan mereka tanggalkan sebagai penghormatan. Namun ada pula pedagang yang melemparkan uang mereka dengan harapan usaha mereka berhasil dan sebagainya.
Sesampainya di pemakaman, pengurusan selanjutnya ditangani abdi dalem juru kunci. Upacara ini diawali dengan pemberian penghormatan kepada jenazah oleh para sanak keluarga maupun abdi dalem dengan cara berbaris di kanan-kiri jalan yang akan dilalui jenazah. Sebelum memasuki makam Imogiri diistirahkan untuk sementara di paseban. Biasanya penghulu membacakan doa. Petugas formal untuk mengkebumikan jenazah raja adalah pepatih dalem yang pelaksanaan teknisnya samapi 8 orang bertugas mengerek peti, yang biasanya dibantu 2 orang dimulut liang lahat, kedalam liang lahat seyogyanya sededeg-pengawe atau setinggi orang yang berdiri sambil mengacungkan tangannya. Setelah ada peletakkan peti, petugas adzan dilanjutkan dengan Iqomah dan membacakan takqin. Selanjutnya cepuri atau karas (bagian dari liang kubur) Ditutup dengan papan atau batu, untuk kemudian mulai ditimbun dengan tanah. Para pengiring jenazah terutama kerabat dekat yaitu dengan melemparkan masing-masing dengan 3 gengam tanah ke liang kubur. Orang yang pertama kali melempar tanah mengucapkan “siro kabeh pada ingsun dedeake saka ing lemah” (Atau kamu semua kami jadikan dari tanah). Pelempar kedua mengucapkan “lan siro kabeh ingsun balake dadi lemah (dan kamu semua kembali menjadi tanah)”. Pelempar ketiga mengatakan “siro kabeh bakal insun wetoke soko ing lemah (kamu semua akan dikeluarkan dari tanah).

·         selamatan sesudah pemakaman

Dalam upacara kematian yang masih dilaksankan dikalangan bangsawan khususnya upacara-upacara sesudah pemakaman biasanya disebut selametan atau wilujengan yang maksudnya untuk keselametan baik untuk roh si mati supaya diterima di akhirat nanti, maupun untuk keluarga yang ditinggalkannya.
ada beberapa perbedaan antara selametan antara kaum bangsawan dengan rakyat biasa yang sesungguhnya tidak prinsip. seperti dalam masyarakat biasa, wadah atau tempat makanan yang digunakan adalah berasal dari daun pisang atau takir pisang, sementara pada kaum bangsawan menggunakan kertas atau kain putih, sehingga tampak lagi bahwa lebih mewah dalam menghidangkan makanan dan sesajian. ada dua macam disini yaitu sesajen wilujengan untuk dihidangkan hadirin dan sajen untuk sir oh mati.
Rangkain upacara-upacara ini umumnya meliputi :
1.      soartanah (pada hari yang sama dengan pemakaman)
2.      Nelung dino (tiga hari dari meninggalnya)
3.      Pitung dino (tujuh hari dari meninggalnya)
4.      Matang puluh dino (empat puluh hari dari meninggalnya)
5.      Nyatusdino (seratus hari dari meninggalnya)
6.      Mendak pisan ( 1 tahun dari meninggalnya)
7.      Mendak pindho (2 tahun dari meninggalnya)
8.      Nyewu dino ( seribu hari dari meninggalnya)
ketetapan waktu penyelenggaraan upacara selametan selalu diperhitungkan dengan amat teliti, terutama didasarkan pada hari, pasaran, bulan, dan tahun. menurut perhitungan jawa.Dari soartanah sampai mitung dino masih mudah menghitungnya tetapi mulai matang puluh dino atau empat puluh harinya hingga selanjutnya memerlukan perhitungan khusus, menurut kepercayaan mereka apabila tidak tepat, maka tujuan yang ingin dapat dicapai dengan penyelenggaraan upacara selametan tersebut tidak tidak memnuhi harapan. adapun perincian upacara selametan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Soartanah maksudnya menggusur tanag yaitu tanah yang dipakai untuk memakamkan jenazah. maknanya dengan selametan ini agar arwah atau roh si mati mendapat jalan yang terang dan tempat yang lapang. materi yang disajikan : tumpeng yaitu nasi dibentuk kerucut asahan diatas rempah lengkap dengan lauk pauk jangan adem atau sayur adem. pecel dengan sayatan daging ayam goreng atau panggang, sambel dongseng dengan kedelai yang terkelupas. jangan menir kerupuk dan rempeyek. satu hal yang penting dalam hal ini adalah tumpeng yang harus dibelah dua dan ditaruh dalam posisi bertolak belakang terkenal dengan saburan tumpeng pengkur atau ungkur-ungkuran.hal ini sebagai lambang anatra si mati dengan keluarga yang ditinggalkan. juga agar kedua belah pihak mendapat keselamatan. pelaksanaan soartanah ini adalah setelah pemakaman. boleh siang atau malam hari. pimpinan upacara dalam hal ini adalah mudin selaku pimpinan dan pemabawa doa, selain menerima bagian berkat juga menerima uang wajib sekadarnya. sedang sesajian untuk si roh mati berupa nasi sepiring utuh atau sayo sak kenong, dua bulatan nasi golong, kembang setaman, dupa atau kemenyan, ubur merhah putih dan lampu seatir ditemaptkan di dalam rumah tertentu.3
2.      nelung dino atau tiga hari
pelaksanaan di siang hari yang dihadiri tetangga dan ahli waris. materi yang dihidangkan yaitu : takir pontang yang berisi nasi kuning atau sego punar dan nasi putihdengan lauk pauk daging srundeng gambingan, kecambah, kacang pangjang, yang telah di potong-potong, irisan brambah dan irisan apem. semuanya di taruh di sudi (dari daun pisang) selain itu juga nasi asahan dengan lauk pauk daging goreng, jangan menir, dan sambal santan.
3.      pitung dino menujukkan dilaksanakan berselang tujuh hari setelah pemakaman Cuma waktu siang hari dan dihadiri oleh kerabat dan tetangga, materi yang dihidangakan berupa apem, ketan dan kolak dalam takir serta nasi asahan dengan lauk pauk daging goreng, pindang, jerohan dan krupuk. sedang maksud dan tujuan masih sama dengan telung dino. begitu pula sesaji untuk oh si mati.
4.      matang puluh dino dilaksanakan 40 hari sesudah pemakaman, boleh siang, sore namun biasannya pada malam hari dan diundang para santri, materi yang disajikan sama dengan pitung dino.
5.      nyatus dino. rangkain upacara selametan hampir sama dengan rangkain upacara selametan matang puluh dino.
6.      mendak pisan. yaitu setiap satu tahun upacara. materi hidangan maupun ujub sama dengan matangpuluh dino.
7.      mendak pindho. setiap 2 tahun semua rangkain upacara selametan juga sama dengan matang puluh dino.
8.      nyewu dino pada umumnya upacara ini merupakan upacara terakhir yang wajib dilaksanakan dalam rangkain upacara selametan yang keseribu setelah kematian. penyelenggaran lebih besar dari upacara selametan sebelumnya. sedang mengenai materi hidangan tetap sama seperti rangkain upacara selametan sebelumnya. dengan tambah daging kambing yang disembelih sendiri. sebelum disembelih kambing dimandikan dengan air kembang setaman dan rambutnya dikeramas dengan air lada, dan tubuhnya diselimuti dengan kain putih di kalungi dengan untaian bunga dan diberi makam daun sirih makanannya. makna yang sudah ditangkap mereka adalah sebagi pikiran kendaraan orang yang meninggal. perlengkapan yang harus disediakan pada upacara selametan ini yaitu : tikar pandan, kaca kecil, kapas, kemenyan, dua sisir pisang raja, gula kelapa, sebutir kelapa satu takir beras, buanga dan boreh. perlengkapan ini semua ditaruh dalam wadah dan disajikan di tempat kenduri yang nantinya menjadi baguian para santri kecuali para santri itu menerima berkat. isi ujub dan uborampe lain tetap sama dengan ketika matang puluh dino.


PERBEDAAN UPACARA YANG ADA DI MINANGKABAU DENGAN YOYGAKARTA

ADAT PERNIKAHAN
1.     ketika pelamaran pada adat minangkabau pihak perempaunlah yang melamar pihak lelaki sedangkan adi adat yogyakarta tidak.
2.    Setelah pernikahan selesai di Minangkabau terdapat pemberian gelar kepada pengantin pria sedangkan di Yogyakarta tidak.


ADAT MENANTIKAN KELAHIRAN ANAK
            Di Yogyakarta terdapat banyak adat yang harus dilakukan sedangkan kalau di Minangkabau hanya adat mambubu saja.

ADAT KELAHIRAN
            Di minangkabau hanya di lakukan pada saat bayi berumur 40 hari sedangkan kalau di Yogyakarta dilakukan pada saat bayi lahir, 5 hari, 35 hari dan 7 bulan.

ADAT KEMATIAN
Di Minangkabau adat kematian hanya dilakukan sesuai ketentuan islam, sebenarnya Yogyakarta juga begitu tapi ada sedikit perbedaan karna Yogya melakukan rangakaian adat lagi yaitu:
1.      soartanah (pada hari yang sama dengan pemakaman)
2.      Nelung dino (tiga hari dari meninggalnya)
3.      Pitung dino (tujuh hari dari meninggalnya)
4.      Matang puluh dino (empat puluh hari dari meninggalnya)
5.      Nyatusdino (seratus hari dari meninggalnya)
6.      Mendak pisan ( 1 tahun dari meninggalnya)
7.      Mendak pindho (2 tahun dari meninggalnya)
Nyewu dino ( seribu hari dari meninggalnya


Sumber
·         www.google.com
·         www.wikipedia.com

1 komentar:

  1. Boleh saya bertanya, Kakanda?

    Apakah Upacara kematian 7 hari, 14 hari hingga 100 hari di Minangkabau itu ada dalam ajaran Islam?

    Jika ada,
    Bisakah Kakanda memberikan keterangan tentang hal tersebut dengan sumber yang kuat, seperti ayat Al Qur'an lengkap dengan tafsirnya, Hadits Rasul yang menjelaskan hal tersebut serta pendapat para ulama yang terbaru mengenai upacara kematian di Minangkabau tersebut?

    Mohon bagi ilmu pengetahuannya, Kakanda.

    BalasHapus

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut